Wednesday, May 19, 2010

jual beli bayi dalam kandungan

PALEMBANG, SURYA, Bisnis jual beli bayi secara bebas berlangsung di kawasan Sirnaraga, Kejawen, Kelurahan Pipareja, Kecamatan Kemuning. Seorang bayi berumur sebulan sampai setahun dihargai Rp1,5 juta-Rp5 juta. Bahkan, janin dalam rahim atau kandungan pun bisa dipesan, asal pembeli berani menanggung biaya perawatan dan persalinan.


Para peminat janin itu, ada yang berasal dari Jawa Timur, di antaranya dari Malang. Serta daerah-daerah lain di Jawa seperti Jakarta selain dari Sumatra.

Ada tiga modus jual beli bayi tersebut. Pertama pesan janin dalam kandungan; kedua beli orok yang baru lahir dan langsung berurusan dengan orangtua bayi; atau ketiga melalui makelar. Khusus makelar, ada dua jasa yang dapat dipakai. Tenaga warga setempat atau seorang bidan yang membuka praktik di Jl Sekolahan, tidak jauh dari Jl Sirnaraga.

Harga yang dipatok para makelar ini tentu lebih tinggi karena mereka meminta uang jasa. Jika bertransaksi dengan orangtua bayi harganya Rp 1,5 juta-Rp2 juta, di tangan makelar harga seorang bayi melambung tinggi mencapai Rp5 juta.

Informasi tentang bisnis jual beli bayi itu diterima Sriwijaya Post (koran satu grup dengan Surya) dari seorang pembaca.Berbekal informasi itulah, dilakukanlah peliputan investigasi pada Kamis (13/3) lalu.

Wati (bukan nama sebenarnya), salah seorang warga di RT 25 RW 07 yang didatangi tim investigasi, langsung menawarkan janin yang sedang dikandung tetangganya. Awalnya, ia mengaku tidak tahu, tetapi setelah diyakinkan, Wati terbuka juga meski masih terkesan hati-hati dan menolak mengantarkan langsung ke rumah tetangga yang dimaksud.

“Jangan sekarang. Tinggalkan saja nomor telepon, nanti saya hubungi,” kata Wati yang putra bungsunya, Mul (saat ini berusia 3 tahun), sempat ditawar pembeli ketika berusia sebulan. “Tapi tidak jadi. Saya tidak tega berpisah dengan Mul,” imbuh ibu yang telah

memiliki enam anak ini. Suaminya menganggukkan kepala, mengiyakan perkataan Wati.

Dari investigasi terungkap bahwa transaksi bayi di Sirnaraga, Kel. Pipareja, Kec. Kemuning, Palembang (Sumatra Selatan) itu ternyata sudah jadi rahasia umum.Bahkan, ada sindikat penjualan bayi yang operasinya sampai ke Pulau Jawa.

Rosida, 53, warga Sirnaraga yang lain, menuturkan bahwa transaksi jual beli anak mulai marak sejak dua tahun yang lalu. Yakni saat Oja, seorang warga setempat, menjual putra bungsunya.

Rosida adalah makelar jual beli bayi di kawasan itu. Demikian pula Maryani yang saat itu bersamanya. Sebagai makelar, mereka menerima order dari orang-orang yang butuh anak. Dari mulut ke mulut sindikat penjualan bayi itu beredar. Belakangan sampai ke Pulau Jawa. Menurut Wati, info bisa sampai ke Malang melalui orang Malang yang ada di Palembang.

Mereka menyebut sedikitnya enam nama ibu rumah tangga yang pernah menjual bayinya. Satu nama yang paling sering disebut ternyata adalah Wati, yang pertama kali ditemui tim investigasi kami.

Menurut Hindun, rekan Rosida, transaksi jual beli bayi tersebut dilakukan atas dasar suka sama suka. Janin dapat dipesan dalam kandungan dengan syarat si pembeli bersedia membayar biaya perawatan, makan, check up ke bidan, dan biaya persalinan. Pada akhirnya, ketika lahir pembeli tinggal membayar Rp 1,5 juta.

“Masalah harga tidak usah dipikirkan. Asal cocok, jadi. Kisarannya ya tidak lebih dari Rp 5 juta. Di sini banyak ibu yang tidak sanggup mengurus anaknya,” kata Hindun.

Desakan Ekonomi

Warga mengungkapkan, ibu-ibu yang sedang mengandung biasanya didatangi oleh makelar bayi untuk dibantu penjualannya. Dan, para peminat umumnya disarankan untuk memesan bayi pada salah seorang bidan yang membuka praktik di kawasan itu.

Seorang ibu yang baru melahirkan dan hendak menjual anaknya, biasanya memang akan menitip pesan pada sang bidan kalau ada pembeli. Untuk bayi, transaksi dilakukan atas dasar kecocokan harga setelah pembeli melihat kondisi fisik bayi. Perjanjian dibubuhkan di atas kertas dan disaksikan ketua RT setempat serta sejumlah saksi.

Setelah dibeli, sang ibu tidak boleh menuntut untuk mengambil anaknya lagi.

“Apa Masnah saja? Kalau hamil pasti anaknya mau dijual,” ucap Rosida yang didampingi suaminya saat tim investigasi dari grup Surya mendatangi rumahnya dan pura-pura ingin membeli bayi. Suami istri ini mengatakan, butuh kesabaran bila menginginkan bayi, dan lagi-lagi meminta kami meninggalkan nomor telepon.

“Wah terlambat, kalau bulan-bulan kemarin banyak. Sekarang belum ada yang mau jual. Saya akan carikan bayi seperti yang diminta,” ujar Rosida.

Tapi, tiba-tiba Hindun menawarkan janin yang masih berada dalam kandungan keponakannya, Marda. Tapi, Marda yang sedang hamil lima bulan saat ini sedang mendekam dalam LP Wanita Pakjo karena tertangkap tangan menjalani bisnis narkoba. Marda dihukum selama enam tahun.

Hindun menawarkan janin Marda seharga Rp1,5 juta dan meminta tenggat waktu karena dirinya masih akan membicarakannya dengan Marda. “Tunggu empat hari lagi, nanti saya hubungi. Marda itu anaknya sudah banyak, ada sepuluh orang. Suaminya kerja serabutan,” kata Hindun. Hindun berani menjamin untuk mempertemukan dengan Marda di dalam penjara.

“Siapkan saja uangnya. Nanti biaya untuk persalinannya dan uang makan selama empat bulan hamil juga,” katanya.

Menurut Hindun dan Rosida, jual beli bayi itu terjadi karena desakan keadaan ekonomi.

Keluarga penjual bayi umumnya hidup pas-pasan dan tidak sanggup lagi membiayai ongkos hidup anak yang baru saja dilahirkan.

Data terakhir di kantor Kelurahan Pipareja, ada 14.927 jiwa yang mendiami wilayah yang terbagi dalam 37 RT itu, dengan luas total kawasan 200 hektare. Sebanyak 40 persen warga bekerja sebagai buruh harian lepas.

Dari 3.593 kepala keluarga, peserta keluarga berencana (KB) aktif di sana, menurut jenis alat kontrasepsi, hanya tercatat sebanyak 1.006 KK. Angka kelahiran bulan Februari lalu, yang tercatat di kelurahan, sebanyak 7 orang. Namun, diperkirakan angka kelahiran

bayi lebih dari itu, karena warga enggan melapor ke kelurahan.

“Kebanyakan mereka langsung bikin akta lewat bidan. Saya belum dengar kalau ada jual beli bayi seperti itu. Yang jelas, itu ilegal dan pasti mereka diam-diam,” kata Aris Satria, Plt Lurah Kelurahan Pipareja.

0 comments:

Post a Comment